MUSIK SEKARANG TUH GAK BANGET.
Pakde yang pernah dihibur oleh musisi dan band-band bagus di
era tahun 70-an sampai awal 2000-an ... kalau dengar lagu sekarang kok ... “Lagu
opo iku. Gak mutu blas!”
Yang pakde tahu dari wawancara di TV, musisi zaman dulu biasanya
lebih menulis lagu dari pengalaman pribadi, keresahan sosial, atau pesan moral.
Sebutlah Iwan Fals yang ngomongin
kejujuran, kemiskinan, dan kritik sosial.
Contoh lain, Chrisye, Ebiet G. Ade, Koes Plus, dan Dewa 19 di
mana liriknya puitis sarat makna.
Kalau lagu Dewa 19 kamu pasti kenal single hitsnya yang ‘Kangen’
itu. Ya, ‘kan?
Kalau sekarang banyak lagu yang dibuat cepat, lebih
menekankan tren di medsos, bukan dari isi hati. Betul tidak, Lur?
Itu kenapa kalau ada kontes menyanyi pasti lagu-lagu zaman
dulu yang dibawakan. Memang ada kontes menyanyi pakai lagu yang viral sesaat?
Kontes menyanyi lagu dangdut rata-rata lagu zaman dulu yang
dibawakan, termasuk juga kontes Idol-idolan.
****
Kenapa lagu dulu itu bagus-bagus?
“Kalau mau terkenal, harus punya karya kuat, karena promosi
susah,” ucap salah satu pentolan sebuah band.
Kalau sekarang? “Kalau lagunya catchy 15 detik di TikTok,
bisa viral,” jawabnya lagi.
Zaman sekarang pangsa pasar lebih menuntut lagu yang cepat
viral daripada yang dalam menyentuh hati. Industri musik jadi lebih visual,
instan, dan konsumtif ... bukan soal pesan, tetapi soal engagement. Betul apa
betul, Lur?
****
Generasi pakde biasa mendengarkan satu album penuh di kaset
pita, menikmati perjalanan emosional dari lagu ke lagu.
Lha generasi sekarang kebanyakan skip-skip lagu, fokus di
chorus, atau hanya dengar potongan di medsos saja.
Eh, Lur. Musik dulu dibangun dari proses panjang loh. Rekaman
zaman dulu butuh waktu, latihan, alat mahal, dan kolaborasi langsung di studio.
Jadi, tiap lagu benar-benar digarap penuh jiwa. Ya kali untuk menelurkan sebuah
lagu yang serba mahal lagunya asal-asalan.
Sekarang tuh cukup laptop dan plugin ... produksi jadi cepat,
tetapi rasa dan kedalaman lagu sering hilang. Betul apa betul, Lur?
Musisi dulu memakai bahasa puitis dan metaforis. Sekarang banyak yang pakai bahasa sehari-hari, simpel, relatable.
Musik zaman dulu seperti puisi, sekarang malah
seperti status WA. Bjir! Status WA!
****
Kejauhan kalau bicara tahun 70, 80, dan 90-an, pakde bicara
tahun 2000-an.
Tahun 2000-an Indonesia dibanjiri lagu-lagu bagus dari
banyaknya band yang menjamur. Lagunya enak-enak loh. Kalau sekarang itu gak
banget! Gak menyentuh di hati babar blas!
Musik zaman dulu dibuat pakai hati, bukan algoritma. Band-band
tahun 2000-an gak mikirin viral atau FYP, tetapi bagaimana lagunya bisa hidup
lama di hati pendengar. Itu kenapa pakde banyak hafal lagu-lagu jadul.
Kalau kamu piye, Lur? Kamu suka lagu zaman dulu apa lagu
sekarang yang hanya enak buat bikin konten joget-joget? Coba tulis di komen.
****
Apakah kamu pernah di era mendengarkan lagu lewat kaset dan CD?
Waktu itu belum ada Spotify, Youtube, atau TikTok. Kalau mau dengar
lagu orang harus beli kaset, tunggu radio muterin lagu kesukaanmu, atau beli CD
(Bajakan sih pakde biasanya) 😁. Jadi, setiap lagu yang kita punya
berharga banget. Karena butuh perjuangan untuk memiliki kaset atau albumnya.
Setelah dibeli, kita dengerinnya berulang-ulang, hafal tiap
baitnya, dan nyatu sama rasanya. Ya, to, Lur? Kamu hafal lagu apa?
Penyanyi zaman dulu itu punya warna sendiri, gak diseragamkan
sama efek autotune atau gaya viral. Sekarang tuh banyak suara terdengar mirip
karena efek dan tren produksi digital. Betul apa betul, Lur?
****
Lagu 70 sampai 2000-an sering banget jadi soundtrack masa
remaja dan cinta karena ya memang sekuat itu lirik dan musiknya. Beuh!
Makanya bagi sebagian orang walau sudah lewat 20 tahun masih
hafal, masih nyanyi di karaoke, dan masih merasa ‘kena’ karena ya ... lagunya
yang bagus.
Pokoknya ya, Lur. Musik era dulu itu punya emosi, liriknya bermakna,
aransemennya juga tulus, bahkan lagu-lagu kala itu terkesan punya identitas.
Sekarang banyak lagu bagus juga sih sebenarnya, tetapi jarang
yang punya umur panjang seperti lagu-lagu era itu.
Kalau pakde bilang “Lagu sekarang itu gak banget!”
Dukung Pakde Noto di Trakteer

No comments:
Post a Comment